BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Blakang Masalah
Sebagai
makhluk social, manusia tidak bisa lepas untuk berhubungan dengan orang lain
dalam kerangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia harus
berusaha mencari karunia Allah yang ada dimuka bumi ini sebagai sumber ekonomi.
Allah SWT berfirman : “Dan Carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu
dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagai mana
Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS Az
Zumar : 39)
Dalam pembahasan fiqih mu’amalah,
akad jual beli digunakan sebagai alat bertransaksi, dengan karakteristik dan
spesifikasi kebutuhan yang ada. Maka dari itu, dalam makalah ini kami akan
mencoba untuk menguraikan mengenai berbagai hal yang terkait dengan akad jual
beli dalam pelaksanaan muamalah di dalam
kehidupan kita sehari-hari.
Pengertian akad Jual beli
dalam, bahasa Arab terdiri dari dua kata yang mengandung makna berlawanan yaitu
Al Bai’ yang artinya jual dan Asy Syira’a yang artinya Beli. Menurut istilah
hukum Syara, jual beli adalah penukaran harta (dalam pengertian luas) atas
dasar saling rela atau tukar menukar suatu benda (barang) yang dilakukan antara
dua pihak dengan kesepakatan (akad) tertentu atas dasar suka sama suka.
1.
Hukum Jual
beli
Orang yang terjun dalam bidang usaha jual beli harus
mengetahui hukum jual beli agar dalam jual beli tersebut tidak ada yang
dirugikan, baik dari pihak penjual maupun pihak pembeli. Jual beli hukumnya
mubah. Artinya, hal tersebut diperbolehkan sepanjang suka sama suka.
Artinyaya :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan
suka sama suka diantara kamu.”QS.AnNisa:29
Hadis nabi Muhammad SAW menyatakan sebagai berikut.
" إنما البيع عن تراض "(رواه ابن
ماجه)
Artinya :
“Sesungguhnya jual beli itu hanya sah jika suka suka sama suka.” (HR Bukhari)
ﺃﻠﺒﻴﻌﺎﻥ ﺑﺎ ﻟﺨﻴﺎﺭ ﻣﺎ ﻟﻢ ﻴﺘﻔﺮﻗﺎ ( ﺮﻮﺍﻩ ﺍﻠﺒﺨﺎﺮﻯ ﻭ ﻤﺴﻠﻢ)
Artinya : “
Dua orang jual beli boleh memilih akan meneruskan jual beli mereka atau tidak,
selama keduanya belum berpisah dari tempat akad.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dari hadis
tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila seseorang melakukan jual beli dan
tawar menawar dan tidak ada kesesuaian harga antara penjual dan pembeli, si
pembeli boleh memilih akan meneruskan jual beli tersebut atau tidak. Apabila
akad (kesepakatan) jual beli telah dilaksanakan dan terjadi pembayaran,
kemudian salah satu dari mereka atau keduanya telah meninggalkan tempat akad,
keduanya tidak boleh membatalkan jual beli yang telah disepakatinya.
2.
Rukun dan
syarat Jual Beli
Dalam pelaksanaan jual beli, minimal ada tiga rukun
yang perlu dipenuhi.
a.
Penjual atau
pembeli harus dalam keadaan sehat akalnya
Orang gila
tidak sah jual belinya. Penjual atau pembeli melakukan jual beli dengan
kehendak sendiri, tidak ada paksaan kepada keduanya, atau salah satu diantara
keduanya. Apabila ada paksaan, jual beli tersebut tidak sah.
b. Syarat Ijab dan Kabul
Ijab adalah
perkataan untuk menjual atau transaksi menyerahkan, misalnya saya menjual mobil
ini dengan harga 25 juta rupiah. Kabul adalah ucapan si pembeli sebagai jawaban
dari perkataan si penjual, misalnya saya membeli mobil ini dengan harga 25 juta
rupiah. Sebelum akad terjadi, biasanya telah terjadi proses tawar menawar
terlebih dulu.
Pernyataan ijab kabul tidak harus menggunakan
kata-kata khusus. Yang diperlukan ijab kabul adalah saling rela (ridha) yang
direalisasikan dalam bentuk kata-kata. Contohnya, aku jual, aku berikan, aku
beli, aku ambil, dan aku terima. Ijab kabul jual beli juga sah dilakukan dalam
bentuk tulisan dengan sarat bahwa kedua belah pihak berjauhan tempat, atau
orang yang melakukan transaksi itu diwakilkan. Di zaman modern saat ini, jual beli
dilakukan dengan cara memesan lewat telepon. Jula beli seperti itu sah saja,
apabila si pemesan sudah tahu pasti kualitas barang pesanannya dan mempunyai
keyakinan tidak ada unsur penipuan.
c.
Benda yang
diperjualbelikan
1) Barang yang diperjualbelikan harus
memenuhi sarat sebagai berikut
2) Suci atau
bersih dan halal barangnya
3) Barang
yang diperjualbelikan harus diteliti lebih dulu
4) Barang yang diperjualbelikan tidak berada dalam
proses penawaran dengan orang lain
5) Barang yang diperjualbelikan bukan hasil monopoli yang merugikan
5) Barang yang diperjualbelikan bukan hasil monopoli yang merugikan
6) Barang
yang diperjualbelikan tidak boleh ditaksir (spekulasi)
7) Barang yang dijual adalah milik
sendiri atau yang diberi kuasa
8) Barang itu dapat diserahterimakan
3. Perilaku atau sikap yang harus dimiliki oleh penjual
a.
Berlaku
Benar (Lurus)
Berperilaku benar merupakan ruh keimanan dan ciri
utama orang yang beriman. Sebaliknya, dusta merupakan perilaku orang munafik.
Seorang muslim dituntut untuk berlaku benar, seperti dalam jual beli, baik dari
segi promosi barang atau penetapan harganya. Oleh karena itu, salah satu
karakter pedagang yang terpenting dan diridhai Allah adalah berlaku benar.
Dusta dalam berdagang sangat dicela terlebih jika
diiringi sumpah atas nama Allah. “Empat macam manusia yang dimurkai Allah, yaitu
penjual yang suka bersumpah, orang miskin yang congkak, orang tua renta yang
berzina, dan pemimpin yang zalim.”(HR Nasai dan Ibnu Hibban)
b. Menepati Amanat
Menepati amanat merupakan sifat yang sangat terpuji.
Yang dimaksud amanat adalah mengembalikan hak apa saja kepada pemiliknya. Orang
yang tidak melaksanakan amanat dalam islam sangat dicela.
Hal-hal yang harus disampaikan ketika berdagang adalah
penjual atau pedagang menjelaskan ciri-ciri, kualitas, dan harga barang
dagangannya kepada pembeli tanpa melebih-lebihkannya. Hal itu dimaksudkan agar
pembeli tidak merasa tertipu dan dirugikan.
c. Jujur
Selain benar
dan memegang amanat, seorang pedagang harus berlaku jujur. Kejujuran merupakan
salah satu modal yang sangat penting dalam jual beli karena kejujuran akan
menghindarkan diri dari hal-hal yang dapat merugikan salah satu pihak. Sikap
jujur dalam hal timbangan, ukuran kualitas, dan kuantitas barang yang diperjual
belikan adalah perintah Allah SWT.
Sikap jujur
pedagang dapat dicontohkan seperti dengan menjelaskan cacat barang dagangan,
baik yang diketahui maupun yang tidak diketahui. Sabda Nabi Muhammad SAW yang
artinya
“Muslim itu
adalah saudara muslim, tidak boleh seorang muslim apabila ia
berdagang dengan saudaranya dan menemukan cacat, kecuali diterangkannya.”
berdagang dengan saudaranya dan menemukan cacat, kecuali diterangkannya.”
Lawan sifat
jujur adalah menipu atau curang, seperti mengurangi takaran, timbangan,
kualitas, kuantitas, atau menonjolkan keunggulan barang tetapi menyembunyikan
cacatnya. Hadis lain meriwayatkan dari umar bin khattab r.a berkata seorang lelaki
mengadu kepada rasulullah SAW sebagai berikut “ katakanlah kepada si penjual,
jangan menipu! Maka sejak itu apabila dia melakukan jual beli, selalu
diingatkannya jangan menipu.”(HR Muslim)
d. Khiar
Khiar artinya
boleh memilih satu diantara dua yaitu meneruskan kesepakatan (akad) jual beli
atau mengurungkannya (menarik kembali atau tidak jadi melakukan transaksi jual
beli). Ada tiga macam khiar yaitu sebagai berikut.
1) Khiar Majelis
1) Khiar Majelis
Khiar
majelis adalah si pembeli an penjual boleh memilih antara meneruskan akad jual
beli atau mengurungkannya selama keduanya masih tetap ditempat jual beli. Khiar
majelis ini berlaku pada semua macam jual beli.
2) Khiar Syarat
Khiar syarat
adalah suatu pilihan antara meneruskan atau mengurungkan jual beli setelah mempertimbangkan
satu atau dua hari. Setelah hari yang ditentukan tiba, maka jual beli harus
ditegaskan untuk dilanjutkan atau diurungkan. Masa khiar syarat
selambat-lambatnya tiga hari
3) Khiar Aib (cacat)
Khiar aib
(cacat) adalah si pembeli boleh mengembalikan barang yang dibelinya, apabila
barang tersebut diketahui ada cacatnya. Kecacatan itu sudah ada sebelumnya,
namun tidak diketahui oleh si penjual maupun si pembeli. Hadis nabi Muhammad
SAW. Yang artinya : “Jika dua orang laki-laki mengadakan jual beli, maka
masing-masing boleh melakukan khiar selama mereka belum berpisah dan mereka
masih berkumpul, atau salah satu melakukan khiar, kemudian mereka sepakat
dengan khiar tersebut, maka jual beli yang demikian itu sah.” (HR Mutafaqun
alaih)
PEMBAHASAN
"
إنما البيع عن تراض "(رواه
ابن ماجه)
A. Uraian Persoalan
Dari hadits di atas dapat di ambil sebuah hukum fiqih
yang dapat di terapkan dalam hal ekonomi
1.
Pengertian akad jual beli
2.
Dasar hukum jual beli
3.
Rukun dan syarat jual beli
4.
Prilaku atau sikap yang harus di miliki seorang penjual
B. Hadits dan Terjemahannya
Hadits
حدثنا
العباس بن الو ليد الد مشقي ثنا مروان بن محمد ثنا عبد العزيز ابن محمد عن داود بن
صا لح المد ني عن أبيه قال: سمعت أبا سعيد الخدري يقول: قال رسول الله صل
الله عليه وسلم سئل: " إنما البيع عن
تراض "
(رواه ابن ماجه)
Perbandingan Hadits
إنما
البيع عن تراض
جه
تجارات 18،، حم 2، 32
حدثنا
الْعَبَاسُ بْنُ الْوَ لِيدِ الدِمَشْقِي. ثنا مَرْوَانُ بْنُ مُحَمدٍ. ثنا عَبْدُ
الْعَزِيزِ ابْنُ مُحَمدٍ، عَنْ دَاوُدَ بْنُ صَا لِحٍ الْمَدَ نِي، عَنْ أَبِيهِ؛
قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا سَعِيدٍ الخُدْرِي يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ الله صَلَ الله
عَلَيهِ وَسَلَم (( إِنَمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ ))
في
كتاب تجارات، باب بيع الخيار
Terjemah:
“Al-Abbas bin al-Walid al-Dimasyqi bercerita kepada kami, Marwan bin Muhammad
bercerita kepada kami, ‘Abd al-‘Aziz bin Muhammad bercerita kepada kami, dari
Dawud bin Shahih al-Madani, dari bapaknya, ia berkata: Saya telah mendengar Abu
Sa’id al-Khudri berkata: Rasul saw., Bersabda: ”Hanyalah sesungguhnya jual beli
itu berdasarkan saling rela”.
Matn
Hadits
إِنَمَا
الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ
Topik Hadits
بيع الخيار
Periwayatan
No. Urut Sanad
|
No. Urut
Perawi
|
Nama Perawi
|
Bentuk
Periwayatan
|
Nara Sumber
|
1
2
3
4
5
6
|
6
5
4
3
2
1
Mukharij
|
عباس
بن الْو ليد الدمشق
مروان بن محمد
عبد
الْعزيز ابن محمد
داود
بن صا لح الْمد ني
أَبيه
ابوسعيد
الخدري
ماجهابن
|
حدثنا
حدثنا
حدثنا
عَنْ
عَنْ
سَمِعْتُ
|
رسول
الله
صل الله عليه وسلم
|
C.
Nilai
Hadits dalam al-Jami’ al-Shagir
2551 ـ إِنَمَا
الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ .(5) عن ابي سعيد (ح).
D. Isi Kandungan Hadits
2551 - (( إنما البيع )) ا
ي الجا ئز الصحيح شر عـأ الذي يترتب عليه أثره من انتقال الملك هو ما صدر ((عن
تراض)) من المتعاقد ين بخلا ف ما لو صدر بنحو إكراه فلا أثر له بل المبيع باق علي
ملك لبا ئع وإن صدرت صورة البيع وأفاد بإناطة الانعقاد بالر ضى اشتراط الصيغه
لوجود صورته الشر عيه في لو جود لأن الرضى خفي لا يطلع عليه فاعتبر ما يدل عليه
وهو الصيغة ((تنبيه)) قال الأبي وغيره العرب لبلا غتها وحكمتها وحرصها على تادية
المعنى للفهم باخص وجه تخص كل معنى بلفظ وإن شارك عيزه في أكثر وجوهه ولما كانت
الأملاك تنتقل عن ملك مالكيها بعوض وبدونه سموا المنتقل بعوض بيعأ وحقيقة البيع
أنه نقل ملك وقبة بعوض وقد اختلفت الطرق في تعريف الحقائق الشرعية فمنهم من بعرفها
من حيث صدقها على الصحيح والفاسد كتعريف بعضهم البيع بأنه دفع عوض في معوض منهم من
يعر فها من حيث صدقها على الصحيح فقط لأنه المقصود كتعريف من عرفه بانه نقل ملك
قبة بعوض على وجه مخصوص فالفاسد لاينقل الملك وتعقب ابن عبد السلام هذا التعريف
بانه نقل لملك للمبيع لانفسه قال والبيع غني عن التعريف لأن حقيقته معلومة حتى
للصبيان ورد بأن المعلوم خفي لهم وقوعه لا حقيقتة واما انقسامه إلى بت وخيار
ومرابحة وغائب وحاضر ومعين وهي الذمة فهم نمسير له باعتبار عوارضه وإلا فحقيقته
واحدهة ((عن أبي سعيد)) الخدري قال قدم يهودي بتمر وشعير
قد أصاب الناس جوع فسألوه أن يسعر
لهم فأبى وذكره.
Arti terjemahannya:
((Jual Beli)) Yang
di perbolehkan (sah) menurut syara’ yaitu jual beli yang tertib (sesuai aturan
syara’) ya’ni adanya bekas perpindahan barang kepemilikan yang d kluarkan atas
dasar saling ridho antara penjual dengan pembeli, kecuali jika adanya pemaksaan
maka tidak ada pemindahan kepelikan, walaupun barang tersebut tetap miliknya
penjual, dengan catatan penjual memberikan kepercayaan pada akadnya dengan
wujud ridho. Gambaran wujudnya ridho itu tidak terlihat, karena keridho’an itu
tidak terlihat maka bisa dapat dilihat melalui tanda-tandanya.
((pemberitahuan)) Pendapat Ubay dan orang Arab lainya bangga tergadap aturan
yang umumnya itu menjelaskan seghat dengan memahami maknanya dan memahami
spesifiki makna perkata. Jika bagian yang lainnya lebih dari aspeknya
(persoalan jual beli)banyak metode yang berbeda dalam mendefinisikan jual beli
yang sah. Beberapa dari ulama’ memahami hal keikhlasan jual beli yang sah yaitu
menyerahkan harta atas dasar saling rela dengan menukar barang yang di
inginkan. Sebagian ulama’ yang lain seghat jual beli di tinjau dari kebenaran
yang sah,karena tujuan jual beli seperti definisinya ulama’ bahwa jual beli itu
kepemindahan kepemilikan barang dengan pengganti atas cara tertentu.sesuatu
yang rusak itu tidak bisa pindah kepemilikan karena perjanjian yang rusak itu
kepemilikannya tidak bisa di pindah. Ibnu Abu Salam memiliki definisi jual beli
itu tidak perlu definisi karena jual beli itu sudah maklum (jelas),sampai anak
kecil itu boleh melakukannya dan maklum bagi orang banyak. Adapun pembagian akad
jual beli yang jelas yaitu khiyar, murobahah, baik yang tidak ada dan yang ada
harus sesuai tanggung jawab dan semuanya itu memberikan laporan penjelasan yang
baru apabila tak seperti itu ((untuk Abu
Said)) Khudri berkata kaki Yahudi dibuat kurma dan jagung, sehingga telah
mempengaruhi orang-orang bahwa mereka bertanya kepadanya, kelaparan adalah
harga mereka dan ia menolak dan mengingatkan.
2 comments:
mantap artikelnya.
bisnis online menguntungkan www.kiostiket.com
Joker123
Post a Comment