Tuesday, August 7, 2012

TRADISI EKONOMI ISLAM MASA KHULAFAUL RASYIDIN



Disusun Oleh : Alwi Musa Muzayyin


BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Perlulah diangkat dan ditiru sejarah mengenai bagaimana Nabi Muhammad SAW dan para penerusnya yaitu para Khulafaul Rasyidin (Abu bakar, Umar, Usman, Ali) yang begitu luar biasa dalam menyusun strategi politik, ekonomi dll. Padahal strategi-strategi jitu mengenai perekonomian tersebut terjadi mulai abad 6 masehi yang mungkin orang imposible untuk membuatnya.
  1. Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah sistem ekonomi pada masa Khalifah Abu Bakar?
2.       Bagaimanakah sistem ekonomi pada masa Khalifah Umar?
3.      Bagaimanakah sistem ekonomi pada masa Khalifah Usman?
4.      Bagaimanakah sistem ekonomi pada masa Khalifah Ali?

















BAB II
PEMBAHASAN
Khilafah Rasyidah merupakan para pemimpin ummat Islam setelah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wasallam wafat, yaitu pada masa pemerintahan Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, Radhiallahu Ta’ala anhu ajma’in dimana sistem pemerintahan yang diterapkan adalah pemerintahan yang islami karena berundang-undangkan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wasallam tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan beliau Shallallahu ‘Alaihi wasallam sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau Shallallahu ‘Alaihi wasallam wafat. Beliau Shallallahu ‘Alaihi wasallam nampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum muslimin sendiri untuk menentukannya. Karena itulah, tidak lama setelah beliau Shallallahu ‘Alaihi wasallam wafat; belum lagi jenazahnya dimakamkan, sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshar berkumpul di balai kota Bani Sa’idah, Madinah. Mereka memusyawarahkan siapa yang akan dipilih menjadi pemimpin. Musyawarah itu berjalan cukup alot karena masing-masing pihak, baik Muhajirin maupun Anshar, sama-sama merasa berhak menjadi pemimpin umat Islam. Namun, dengan semangat ukhuwah Islamiyah yang tinggi, akhirnya, Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu terpilih. Rupanya, semangat keagamaan Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu mendapat penghargaan yang tinggi dari umat Islam, sehingga masing-masing pihak menerima dan membaiatnya.[1]
  1. Masa kekhalifahan Abu Bakar Siddiq
Selama sekitar 27 bulan dari masa kepemimpinannya, Abu bakar telah banyak menangani masalah murtad, cukai, dan orang-orang yang menolak membayar zakat kepada Negara. Salah satu suku telah mengumpulkan zakat dan mendistribusikannya di antara mereka sendiri tanpa sepengetahuan Abu bakar.
Abu Bakar sangat memperhatikan keakuratan penghitungan zakat. Seperti yang dia katakana pada Anas (seorang amil), bahwa "jika seorang yang harus membayar satu unta betina berumur setahun sedangkan dia tidak memilikinya dan ia menawarkan untuk memberikan seekor unta betina berumur dua tahun. Hal tersebut dapat diterima. Kolektor zakat akan mengembalikakan 20 dirham atau dua kambing padanya," (sebagai kelebihan pembayarannya).
Sebelum menjadi Khalifah, Abu bakar tinggal di Sikh, yang terletak di pinggir kota Madina tempat baitul maal dibangun. Abu Ubaida ditunjuk sebagai penaggung jawab baitul maal. Setelah 6 bulan, Abu bakar pindah ke Madina dan bersamaan dengan itu sebuah rumah dibangun untuk baitul maal. Sistem pendistribusian yang lama tetap dilanjutkan sehingga pada saat wafatnya hanya satu dirham yang tersisa dalam perbendaharaan keuangan.
Menurut Siti Aisyah, ketika Abu Bakar terpilih, beliau mengatakan, "Umatku telah mengetahui yang sebenarnya bahwa hasil perdagangan saya tidak mencukupi kebutuhan keluarga, tapi sekarang saya dipekerjakan untuk mengurus kaum muslimin." Sejak menjadi khalifah, kebutuhan keluarga Abu bakar diurus oleh kekayaan baitul maal ini. Menurut beberapa keterangan, beliau diperbolehakan mengambil dua setengah atau dua tiga perempat dirham setiap harinya dari baitul maal dengan tambahan makanan berupa daging domba dan pakaian biasa. Setelah berjalan beberapa waktu, ternyata tunjangan tersebut kurang mencukupi sehingga ditetapkan 2.000 atau 2.500 dirham dan menurut keterangan lain 6.000 dirham per tahun.
Namun, saat mendekati wafatnya, beliau menanyakan beberapa banyak yang telah diambilnya sebagai upah atau gajinya. Ketika diberitahukan bahwa jumlah yang diambilnya sebesar 8.000 dirham, ia langsung memerintahkan untuk untuk menjual sebagian besar tanah yang dimilikinya dan seluruh hasil penjualannya diberikan untuk pendanaan Negara. Beliau menanyakan lebih lanjut lagi berapa banyak fasilitas yang telah dinikmatinya selama kepemimpinannya. Diberitahukan bahwa fasilitas yang diberikan kepadanya adalah seorang budak yang tugasnya memelihara anak-anaknya dan membersihkan pedang-pedang milik kaum muslimin, seekor unta pembawa air dan sehelai kain pakaian biasa. Beliau menginstruksikan untuk mengalihkan semua fasilitas tersebut kepada pemimpin berikutnya setelah beliau wafat. Ketika semua ini diberitahukan kepada Umar, ia berkata, " Oh Abu BAkar! Kamu membuat tugas dari penggantimu menjadi sangat sulit".
  1. Masa kekhalifahan Umar bin Khattab Al Faruqi
Sebelum kematiannya, Abu Bakar menominasikan Umar sebagai penerusnya dan pencalonan tersebut diterima secara aklamasi. "Masuknya Umar dalam kekhalifahan,"  tulis Amir Ali, "adalah nilai yang tinggi bagi Islam. Ia adalah seseorang yang memiliki moraal kuat, adil, memiliki energi besar dan karakter yang kuat". Keberhasilan Umar sangat mengagumkan, setelah Rasul meninggal, Umar adalah figur utama dalam penyebaran Islam. Tanpa jasanya dalam menaklukkan daerah-daerah kekuasaan, Islam diragukan dapat tersebar luas seperti sekarang ini.[2]
    1. Baitul Maal
Kontribusinya yang terbesar adalah membentuk perangkat administrai yang baik dalam menjalankan roda pemerintahan yang besar. Ia mendirikan institusi administratif yang hampir tidak mungkin dilakukan paad abad ke tujuh 16 H, Abu huraira, Amil Bahrain, mengunjungi madinah dan membawa 500.000 dirham kharaj. Itu adalah jumlah yang besar sehingga Khalifah mengadakan pertemuan dengan majelis Syura untuk menanyai pendapat mereka dan kemudian diputuskan bersama bahwa jumlah tersebut tidak untuk didistribusikan melainkan untuk disimpan sebagai cadangan darurat, membiayai angkatan perang dan kebutuhan lain untuk Ummah. Untuk menyimpan dana tersebut , baitul  maal yang reguler dan permanen didirikan untuk pertama kalinya di ibukota dan kemudian dibangun cabang-cabangnya di ibukota provinsi.
Baitul maal secara tidak langsung bertugas sebagai pelaksana kebijakan fiskal Negara Islam dan Khalifah adalah berkuasa penuh atas dana tersebut, tetapi dia tidak boleh menggunakannya untuk keperluan pribadi. (tunjangan Umar tetap, yaitu 5.000 dirham setahun  dan dua stel pakaian untuk setahun, satu untuk musim dingin satu untuk musim panas, serta satu binatang tunggangan untuk menunaikan ibadah haji). Dia tidak mengambil keuntungan materi atas posisinya yang biasanya dilakukan oleh pemerintah zaman sekarang.
Walaupun uang dan properti baitul maal dikontrol oleh pejabat keuangan atau disimpan dalam penyimpanan, mereka tidak memiliki wewenang untuk membuat keputusan. Kekayaan Negara itu ditujukan untuk kelas-kelas tertentu dalam masyarakat dan harus dibelanjakan sesuai dengan prinsip-prinsip Al-Quran.
Properti baitul maal dianggap sebagai harta kaum muslim, sedangkan amil dan Khalifah hanyalah pemegang kepercayaan. Jadi, merupakan tanggung jawab Negara untuk menyediakan tunjangan yang berkesinambungan untuk janda, anak yatim, anak terlantar, membiayai penguburan orang miskin, membayar utang orang-orang bangkrut, membayar uang diyat (seperti membayar diyat prajurit Shebani yang membunuh seorang Kristen untuk menyelamatkan nyawanya) dan untuk memberikan pinjaman tanpa bunga untuk urusan komersial, bahkan Umar pernah meminjam sejumlah uang untuk keperluan pribadinya.
    1. Zakat
Pada masa hidup Nabi yang mulia, jumlah kuda di Arab sangat sedikit terutama kuda yang dimiliki orang-orang Islam karena digunakan untuk kebutuhan pribadi dan jihad. Misalkan pada perang badar, pasukan Muslim yang jumlahnya 313 orang hanya memiliki dua kuda. Pada saat pengepungan Bani Quraisy pasukan muslim memiliki 36 kuda. Karena zakat dibebankan atas barang-barang yang memiliki produktivitas, maka seorang budak atau seekor kuda yang dimiliki Muslim telah dibebaskan dari zakat.
Pada periode selanjutnya, kegiatan beternak dan memperdagangkan kuda dilakukan secara besar-bearan di Syiria dan bagian lain dari daerah kekuasaan. Beberapa kuda mempunyai nilai jual tinggi (pernah disebutkan kuda arab taghlabi, nilainya diperkirakan sebesar 20.000 dirham) dan orang-orang islam terlibat dalam perdagangan ini. Karena maraknya perdagangan kuda, mereka menanyakan kepada Abu ubayda, Gubernur Syria, tentang kewajiban membayar zakat kuda dan budak. Kemudian mereka mengusulkan kepada Khalifah agar ditetapkan kewajiban zakatnya, tetapi permintaan mereka tidak dikabulkan. Mereka kemudian datang kembali kepada Abu ubayda dan bersikeras ingin membayar. Akhirnya Gubernur menulis surat kepada Umar (mungkin dilengkapi data detail) dan Umar menginstruksikan Gubernur untuk menarik zakat dari mereka dan mendistribusikannya kepada fakir miskin serta budak-budak. Sejak itu zakat atas kuda ditetapkan sebesar satu dinar.
    1. Ushr
Sebelum Islam, setiap suku atau kelompok suku yang tinggal di pedesaan biasa membayar pajak (ushr) pembelian dan penjualan (maqs). Besarnaya 10 persen dari nilai barang atau satu dirham setiap transaksi. Tetapi setelah Negara Islam berdiri di Arabia, "Nabi mengambil inisiatif untuk mendorong usaha perdagangan usaha perdagangan dengan menghapuskan bea masuk antar provinsi yang masuk dalam perjanjian yang ditandatangani oleh beliau bersama dengan suku-suku yang tunduk kepada kekuasaannya. Secara jelas dikatakan bahwa pembebabnan.sepersepuluh hasil pertanian kepada pedagang Manbij dikatakan sebagai yang pertama dalam masa Umar.
Orang-orang manbij adalah orang-orang Harbi, yang meminta izin kepada Khalifah untuk masuk ke Negara Muslim untuk melakukan perdagangan dengan membayar sepersepuluh dari nilai barang. Setelah konsultasi dengan teman-teman dekatnya , izin diberikan. Ada perbedaan versi mengenai tingkat ukurannya. Tingkat ukuran yang paling umum adalah dua setengah persen untuk pedagang Muslim, lima persen untuk kafir dzimmi dan sepuluh persen untuk kafir harbi dan bila kafir harbi tinggal selama satu tahun maka pajaknya sebesar lima persen, dengan anggapan nilai barang melebihi dua ratus dirham.
    1. Koin
Pada masa Nabi dan sepanjang masa Khulafaur Rasyidin koin mata uang asing dengan berbagai bobot sudah dikenal di Arabia, seperti dinar, sebuah koin emas dan dirham sebuah koin perak. Bobot dinar adalah sama dengan satu mitsqal, sedangkan satu dirham dan satu mitsqal adalah tujuh per sepuluh.
    1. Klasifikasi Pendapatan Negara
Pada periode awal Islam, kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pendapatan Negara adalah mendistribusikan semua pendapatan Negara yang diterima. Kebijakan tersebut berubah pada maasa Umar. Pada saat itu pendapatan meningkat tajam dan membangun baitul maal secara permanen di pusat kota dan ibukota propinsi.
Pendapatan yang diterima di baitul maal terdiri dalam empat bagian:
a.       Pendapatan yang diperoleh dari zakat dan ushr yang dikenakan terhadap muslim.
b.      Pendapatan yang diperoleh dari khums dan sadaqah.
c.       Pendapatan yang diperoleh dari kharaj, fay, jizya, ushr, dan sewa tetap tahunan tanah-tanah yang diberikan.
d.      Berbagai macam pendapatan yang diterima dari semua macam sumber.
Pendapatan dalam bagian pertama, umumnya didistribusikan dalam tingkat local jika kelebihan penerimaan sudah disimpan di baitul maal pusat dan sudah dibagikakn kedelapan kelompok yang disebutkan dalam All-Qur'an.
Pendapatan yang terdapat pada bagian kedua dibagikan pada orang yang sangat membutuhkan dan fakir miskin atau untuk membiayai kegiatan mereka dalam mencari kesejahteraan tanpa diskriminasi.
Pendapatan jenis ketiga digunakan untuk membayar dana pensiun dan dana bantuan, serta menutupi pengeluaran operasional administrasi, kebutuhan militer, dst.
Pendapatan keempat dikeluarkan untuk para pekerja, pemeliharaan anak-anak terlantar, dan dana sosial lainnya.
    1. Pengeluaran
Bagian pengeluaran yang paling penting adalah dana pensiunan kemudian diikuti oleh pertahanan Negara dan dana pembangunan.
  1. Masa kekhalifahan Usman
Khalifah ketiga adalah Usman, dia adalah seseorang yang jujur dan saleh, tetapi sangat tua dan lemah lembut, dia adalah salah seorang dari beberapa orang terkaya di antara sahabat nabi. Kekayaannya membantu terwujudnya Islam di beberapa peristiwa penting dalam sejarah. Pada awal pemerintahannya dia hanya melanjutkan dan mengembangkan kebijakan yang sudah diterapkan khalifah kedua. Tetapi ketika menemui kesulitan-kesulitan terlihat jelas bahwa bakat mereka berbeda, dia mulai menyimpang dari kebijakan yang telah diterapkan pendahulunya yang terbukti lebih fatal baginya dan juga bagi Islam, hal ini disebakan karena beliau difitnah dan dihasut oleh Abdullah bin Saba’ Al-Yamani salah seorang yahudi yang berpura-pura masuk islam. Ibnu Saba’ ini gemar berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lainnya untuk menyebarkan fitnah kepada kaum muslimin yang baru masa keislamannya dan juga faktor kebijaksanaannya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi. Yang terpenting diantaranya adalah Marwan ibn Hakam Rahimahullah. Dialah pada dasarnya yang dianggap oleh orang-orang tersebut yang menjalankan pemerintahan, sedangkan Utsman Radhiallahu ‘anhu hanya menyandang gelar Khalifah. Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan penting, Usman Radhiallahu ‘anhu laksana boneka di hadapan kerabatnya itu. Dia tidak dapat berbuat banyak dan terlalu lemah terhadap keluarganya. Dia juga tidak tegas terhadap kesalahan bawahan. Harta kekayaan negara, oleh kerabatnya dibagi-bagikan tanpa terkontrol oleh Usman Radhiallahu ‘anhu sendiri. Itu semua akibat fitnah yang ditebarkan oleh Abdullah bin Saba’.
Pada enam tahun kepemimpinannya, Balkh, Kabul, Ghazni, Kerman dan Sistan ditaklukkan, untuk menata pendapatan baru, kebijakan Umar diikuti. Tidak lama setelah Negara-negara tersebut ditaklukkan, kemudian tindakan efektif diterapkan dalam rangka pengembangan sumber daya alam. Aliran air digali, jalan dibangun, phon buah-buahan ditanam dan keamanan perdagangan diberikan dengan cara pembentukan organisasi kepolisian tetap.
Ketiika usman menjadi Khalifah, Muawiyah (Gubernur Syria) meminta izin untuk menyerbu Syprus tetapi Usman menolaknya dengan alasan pada masa Umar dulu, Umar juga menolak usulan Muawiyah, tetapi Muawiyah tetap menyerbu Syprus dan akhirnya dapat ditaklukkan, yang kemudian menjadikan kemajuan armada laut muslimin.
Khalifah ketiga tidak mengambil upah dari kantornya, sebaliknya, dia meringankan beban pemerintah dalam hal yang serius. Dia bahkan menyimpan uangnya dibendahara Negara. Hal ini menjadikan konflik dengan Khalifah Abdullah bin Arqam (salah seorang sahabat Nabi yang terkemuka, yang mengurusi Baitul maal pusat), tidak hanya dia menolak upah dari pekerjaannya tetapi dia juga mangkir dari pertemuan publik yang dihadiri Khalifah. Pada perkembangan berikutnya keadaan ini bertambah rumit bersamaan dengan munculnya pernyataan-pernyataan lain yang menimbulkan kontroversi mengenai pengeluaran uang baitul maal dengan tidak hati-hati sedangkan itu merupakan pendapatan personalnya.
Dilaporkan bahwa untuk mengamankan zakat dari gangguan dan masalah dalam pemeriksaan kekayaan yang tidak jelas oleh beberapa pengumpul yang nakal, Usman mendelegasikan kewenangan kepada para pemilik untuk menaksirkan kepemilikannya sendiri, dia juga mengurangi zakat pensiun.
Untuk meningkatkan pengeluaran pertahanan dan kelautan. Meningkatkan dana pensiun dan pembangunan di wilayah taklukan baru, dibutuhkan dana tambahan. Untuk itu Khalifah harus membuat beberapa perubahan administrasi tingkat atas dan mengganti Gubernur Mesir, Basra, Sawad, dan lain-lain, digunakan dengan orang-orang baru
Lahan luas yang dimiliki keluarga kerajaan Persia diambil alih oleh Umar, tetapi dia menyimpannya sebagai lahan Negara tidak dibagi-bagi. Sementara itu Usman membaginya kepada individu-individu untuk reklamasi dan untuk kontribusi sebagai bagian yang prosesnya kepada baitul maal. Dilaporkan bahwa lahan ini pada masa Umar menghasilkan sembilan juta dirham, tetapi pada masa Usman ketika lahan telah dibagikan kepada individu-individu, penerimaannya meningkat menjadi lima puluh juta dirham.
Meskipun tidak ada pengendalian harga, Khalifah sebelumnya tidak menyerahkan harga konsumen ketangan pengusaha. Umar tetap berusaha mendapatkan informasi tentang situasi harga bahkan informasi harga barang yang sulit dijangkaunya, sementara usman biasanya mendiskusikannya pada waktu jamaah berkumpul.
Tidak ada perubahan yang signiftikan secara keseluruhan selama enam tahun terakhir kekhalifahan Usman sementara situasi politik Negara sangat kacau. Kaum Sabait meluncurkan kampanye melawan Khalifah. Beberapa sahabat utama Nabi tidak simpati lagi pada pemerintahannya. Para duta dari beberapa provinsi di ibukota mulai menuntut adanya perbaikan. Akhirnya khalifah dikepung di rumahnya dan dibunuh.
  1. Masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib
Selama tiga hari setelah terjadi pembunuhan terhadap Khalifah timbullah anarki di ibukota Negara pada hari kelima. Ali dengan suara bulat terpilih menjadi khalifah. Dia menguraikan pedoman kebijakannya pada pidatonya yang pertama. "Segera setelah pengangkatannya dia memberi perintah untuk memberhentikan pejabat yang korup yang ditunjuk Ustman, membuka kembali tanah perkebunan yang sudah diberikan kepada orang-orang kesayanhgan usman dan mendistribusiakn pendapatan sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan Umar". Kebijakan ini telah menyerang orang-orang yang telah memperkaya dirinya sendiri semasa pemerintahan yang lama. Beberapa orang-orang Usman rela menyerahkan jabatannya tanpa melakukan perlawananan sementara yang lain menolak. Di antara yang menolak adalah Muawiyah (Gubernur Syria), yang kemudian bersama sekutu-sekutunya menuntut pembalasan atas kematian Usman.
Ali berkuasa selama lima tahun.sejak awal dia selalu mendapat perlawanan dari kelompok yang bermusuhan dengannya, pemberontakan kaum Khawarij dan peperangan berkepanjangan dengan Muawiyah yang memproklamirkan dirinya sebagai penguasa yang independen di daerah Syiria dan Mesir. Khalifah sudah memindahkan ibu kota dari Madinah ke Kufah tidak ada gunanya.
Menurut sebuah riwayat, dia secara sukarela menarik dirinya dari daftar penerima dana bantuan baitul maal, bahkan menurut yang lainnya dia memberikan 5.000 dirham setiap tahunnya. Apapun faktanya, hidup Ali sangat sederhana dan dia sangat ketat dalam menjalankan keuangan Negara. Suatu hari saudaranya, Aqli datang kepadanya meminta bantuan uang, tetapi Ali menolak karena hal itu sama dengan mencuri uang milik masyarakat.
Ibnu Abbas, Gubernur Ali di Kufah, memungut zakat atas sayuran yang tidak membusuk yang digunakan sebagai bumbu. Seperti sudah dinyatakan sebelumnya, Ali tidak pada pertemuan Majlis Syuro di Djabiya (Madinah) yang diadakan oleh Umar untuk menyepakati peraturan-peraturan yang sangat penting yang berkaitan dengan daerah taklukan. Pertemuan itu juga tidak menyepakati tidak mendistribusikan seluruh pendapatan baitul maal, tetapi menyimpan sebagai cadangan. Kesepakatan itu berlawanan dengan pendapat Ali. Oelh karena itu,ketika menjabat sebagai Khalifah, dia mendistyribusikan seluruh pendapatan dan provisi yang ada di baitul maal Basrah, Kufah dan Madinah.
Kurang atau lebih alokasi pengeluaran masih tetap sama sebagaimana halnya pada masa kepemimpinan Umar. Pengeluaran untuk angkatan yang ditambah jumlahnya pada masa kepemimpinan Usman hampir dihilangkan seluruhnya, Khalifah jugag menyediakan polisi regular sepanjang garis pantai.
Khalifah Ali memilik konsep yang jelas tentang pemerintahan, administrasi umum dari masalah-masalah yang berkaitan dengannya. Konsep itu dijelaskan dalam suratnya yang terkenal yang ditujukan kepada Malik Ashter bin Harith. Surat itu antara lain mendeskripsikan tugas dan tanggungjawab penguasa, menyusun prioritas dalam melakukan dispensasi terhadap keadilan, kontrol atas pejabat tinggi dan staf, menjelaskan perbaikan dan kekurangan jaksa, hakim, abdi hukum, menguraikan pendapatan administrasi dan pengadaan bendahara. Ali menekankan Malik agar lebih memperhatikan kesejahteraan para prajurit dan keluarga mereka. Disurat itu juga ada instruksi untuk melawan korupsi dan penindasan, mengontrol pasar dan memberantas penimbun barang dan pasar gelap. Wallahualam bissowab.














BAB III
PENUTUP (KESIMPULAN)
Perekonomian Islam sangatlah maju ketika ditangan Khalifah Abu bakar dan Khalifah Umar, pada masa Umar perekonomian dan politik semakin booming, tetapi pada masa Khalifah Usman terjadi kebobrokan di semua sendi pemerintahan, karena banyak sekali faktor penyebab kegagalan tersebut, mulai dari oknum, fitnah, kurangnya capablelitas seorang Usman karena kondisi ketuaannya, dll. Yang kemudian masalah tersebut menghampiri Khalifah Ali sebagai pengganti Khalifah Usman






















BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Karim, Adiwarman. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: The International Institute of Islamic Thought, 2002.

tn. "Pemikiran Ekonomi Islam Pada Masa Khulafaul Rasyidin", (on line). 2009. (http://www.google.html.search=pemikiran+ekonomi+islam+pada+masa+khulafaul+rasyidin.com, diakses tanggal 28 Maret 2009.


[1] tn, "Pemikiran Ekonomi Islam Pada Masa Khulafaul Rasyidin", on line, http://www.google.html.search=pemikiran+ekonomi+islam+pada+masa+khulafaul+rasyidin.com, 2009, diakses tanggal 28 Mret 2009.
[2] Adiwarman Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Jakarta: The International Institute of Islamic Thought, 2002), 45.

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Host