Tuesday, November 27, 2012

SURAT AL-HASYR ;7 “ TAFSIR AYAT EKONOMI


DISTRIBUSI

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
TAFSIR AYAT EKONOMI 2

Dosen Pengampu :
Muhammad Muhaimin, M.Ag


Disusun Oleh :
Inarotud Duja                          (9313 055 10)
Kusdiana wati devi                  (9313 076 10)
Moh. Atok Illah                       (9313 095 10)
Moh. Hanafi Muslim               (9313 018 11)
Zakia finnafsi                           (9313 002 10)

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM
JURUSAN SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) KEDIRI
2012
A.    PENDAHULUAN
Distribusi pedapatan merupkan masalah yang sangat rumit, singga saat ini masih sering dijadikan bahn perdebatan antara ahli ekonomi. System ekonomi kapitalis memandang seseorng individu dapat secara bebas mengumpulkan dan menghasilkan kekayaan (pendapatan) dengan menggunakan kemampuan yang dimiliki serta tidak ada batasan untuk memanfaatkan dan membagi harta yang dimiliki. Sementara system ekonomi sosialis berpendapat bahwa kebebasan secara mutlak dapat membahayakan masyarakat. Oleh karena itu hak individu atas harta harus dihapuskan dan wewenang dialihkan kepada Negara sehingga pemerataan dapat diwujudkan.
Kedua system ekonomi tersebut ternyata belum dapat memberikan solusi yang adil dan merata terhadap masalah penditribusian dalam masyarakat. Untuk itu islam menjelaskan pada surat AL-HASYR ; 7, AZ-ZARIYAT ; 19, ATH-THALAQ ; 7, AL-MA’ARIJ; 24-25, AT-TAUBAH ; 103. Yang akan dibahas oleh kelompok kami.

B.     PEMBAHASAN
a.       SURAT AL-HASYR ;7
!$¨B uä!$sùr& ª!$# 4n?tã ¾Ï&Î!qßu ô`ÏB È@÷dr& 3tà)ø9$# ¬Tsù ÉAqß§=Ï9ur Ï%Î!ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuŠø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Èûøó$#ur
 È@Î6¡¡9$# ös1 Ÿw tbqä3tƒ P's!rߊ tû÷üt/ Ïä!$uŠÏYøîF{$# öNä3ZÏB 4 !$tBur ãNä39s?#uä ãAqß§9$# çnräãsù $tBur öNä39pktX çm÷Ytã (#qßgtFR$$sù 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇÐÈ  
Terjemahan
Artinya : 7. apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.[1]
Kata kunci
's!rߊ : beredar, berputar, atau berganti
Makna global
Pada ayat ini menerangakan bahwa harta fai’ yang berasal dari orang fakir, serta harta – harta Bani Quraizah, Bani Nadir, penduduk Fadak dan Khaibar, yang diberikan Allah kepada Rasul – Nya dan digunakan untuk kepentingan umum kaum muslimin. Dimana harta fai’ ini juga dibagikan kepada kerabat rasul, anak – anak yatim, orang – orang miskin dan orang – orang yang kehabisan ongkos dalam perjalanan. Hal ini dimaksud agar harta itu tidak hanya berputar pada lingkungan tertentu saja dari orang – orang kaya, tetapi tersebar pada berbagai pihak sehingga manfaatnya juga dirasakan oleh banyak pihak.[2]
Kaitan ayat dengan tema
Di dalam Al – Qur’an surah Al – Hasyr Ayat 7 bahwasannya terdapat kata yang bias diarahkan pada tema yaitu kata menjelaskan tentang hokum fai’ dimana Dalam hal ini kata dulatan bainal agniya’ yang artinya” beredar diantara orang – orang kaya”. Sehingga disini dijelaskan agar harta tidak beredar diantara orang – orang kaya saja, diperlukan adanya pemerataan harta dalam kegiatan distribusi jadi harta itu bukan milik pribadi akan tetapi sebagian harta kita itu ada hak milik orang muslim lainnya yg tidak mampu. Islam menekankan perlunya membagi kekayaan kepada masyarakat melalui kewajiban membayar zakat, mengeluarkan infaq, serta adanya hokum waris, dan wasiat serta hibah. Aturan ini diberlakukan agar tidak terjadi konsentrasi harta pada sebagian kecil golongan saja. Hal ini berarti pula agar tidak terjadi monopoli dan mendukung distribusi kekayaan serta memberikan latihan moral tentang pembelanjaan harta secara benar.[3] Oleh karena itu dengan adanya kegiatan distribusi ini maka harta tidak akan beredar digolongan orang – orang kaya saja melainkan harta itu juga dapat dinikmati oleh orang – orang miskin.
b.      SURAT AZ-ZARIYAT AYAT 19
وَفِي اَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِّلسَّائِلِ وَالْمَحْرُوْمِ
TERJEMAHAN
            Dan pada harta benda mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.
KATA KUNCI
            Banyak sekali pendapat ulama mengenai makna (المحروم) tetapi sebagian diantaranya merupakan cotoh-contoh dari orang-orang yang wajar dinamai mahrum. Konon asy-sya’bi salah seorang yang hidup pada masa sahabat Nabi saw, pernah berkata: “Telah berlalu usiaku sebanyak tujuh puluh tahun sejak aku dewasa, aku belum memahami apa yang dimaksud dengan al-mahrum”[4]
            Tapi ada salah satu sumber yang menyatakan bahwa kosakata dari ayat tersebut adalah (المحروم) maknanya berkisar pada arti al-man’atau tercegah, terhalangi dan lain sebagainya. Sebagian ahli tafsir mengartikannya sebagai orang yang menjaga diri dari meminta-minta, padahal dirinya dalam kekurangn. Sebagian lagi mengartikannya dengan orang yang terkena malapetaka terhadap tanamannya atau hewanya.[5]
MAKNA GLOBAL
 Ayat ini menerangkan bahwa disamping mereka melaksanakan sholat wajib dan sunnah, mereka juga selalu megeluarkan infaq fi sabilillah deangan cara mengeluarkan zakat atau sumbangan derma atau songkongan sukarela karena mereka memandang bahwa pada harta-harta mereka itu ada hak fakir miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta bagian karena merasa malu untuk meminta.[6]
Selain itu juga diperkuat dengan ALLAH berfirman bahwa, “dan harta-harta mereka ada hak” yaitu bagian yang dipisahkan dan dikhususkan untuk orang yang meminta dan orang misakin yang tidak mendapatkan bagian. Adapun orang yang meminta-minta itu, maka sudah diketahui, yaitu orang yang memulai upayanya dengan jalan meminta-minta dan orang yang seperti itu ada haknya. Adapun yang dimaksud dengan orang miskin yang tidak mendapatkan bagian, maka Ibnu Abbas r.a dan yang lainnya mengatakan, “dia adalah orang yang bernasib buruk yang tidak mendapatkan bagian dalam islam, yaitu tidak mendapatkan dari baitul mal, dia tidak mempunyai usaha dan keahlian yang dapat dijadikan pegangan untuk kehidupan sehari-hari”[7] 
KAITAN AYAT DENGAN TEMA
            Bahwa kita diciptakan harus bisa saling mengerti, dalam artian meskipun kita sudah mempunyai harta yang banyak karena bisa bekerja dan bisa menghasilkan suatu karya, maka jangan lupa dengan orang-orang yang ada disekitar kita. Terutama orang-orang yang membutuhkan. Karena setiap harta yang kita miliki pasti ada harta mereka. Dan kita harus bisa mendistribusikan dengan baik melalui zakat, infaq dll.
c.        Tafsirx atokkk???
d.      Tafsirx hanafi???
e.       At-Taubah Ayat 103
خذ من اموالهم صدقة تطهّرهم وتزكيهم بها وصل عليهم  ۗ انّ صلوتك سكن لّهم ۗ  والله سميع عليم۝
·         Terjemahnya  “Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka, Sesungguhnya do’a kamu itu 9menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Penyayang lagi Maha Mengetahui”. (QS. At-Taubah 103)
·         Kata Kunci :
Amwal (At-Taubah 103)
Amwal merupakan bentuk jama’ dari mal yang berarti harta benda. Amwal dalam ayat ini terkait harta benda yang wajib dikeluarkan zakatnya. Zakat yang dikeluarkan dari amwal biasanya zakat al-mal atau zakat al-amwal. Amwal itu sendiri dapat berbentuk an-naqdain (emas dan perak) az-zuru’ (tanaman), as-simar (buah-buahan), at-tijarah (perdagangan atau niaga), ar-rikaz (barang temuan simpanan, atau harta karun), dan al-ma’adin (barang tambang).
·         Makna Global :
Perintah Allah pada permulaan ayat ini ditunjukkan kepada Rasul-Nya agar Rasulullah sebagai pemimpin mengambil sebagian dari harta benda mereka sebagai sedekah atau zakat. Ini untuk menjadi bukti kebenaran tobat mereka karena sedekah atau zakat tersebut akan membersihkan diri mereka dari dosa yang timbul karena mangkirnya (malas) mereka dari peperangan dan untuk mensucikan diri mereka dari sifat “cinta harta” yang mendorong mereka untuk mangkir dari peperangan itu. Selain itu sedekah atau zakat tersebut akan membersihkan diri mereka pula dari semua sifat-sifat jelek yang timbul karena harta benda, seperti kikir, tamak, dan sebagainya. Oleh karena itu, Rasul mengutus para sahabat untuk menarik zakat dari kaum Muslimin.
Di samping itu, dapat dikatakan bahwa penuaian zakat berarti membersihkan harta benda yang tinggal, sebab pada harta benda seseorang terdapat hak orang lain, yaitu orang-orang yang oleh agama islam telah ditentukan sebagai orang-orang yang berhak menerima zakat. Selama zakat itu belum dibayarkan oleh pemilik harta tersebut, maka selama itu pula harta bendanya tetap bercampur dengan hak orang lain, yang haram untuk dimakannya. Akan tetapi, bila ia mengeluarkan zakat dari hartanya itu, maka harta tersebut menjadi bersih dari hak orang lain. Orang yang mengeluarkan zakat terbebas dari sifat kikir dan tamak. Menunaikan zakat akan menyebabkan keberkahan pada sisa harta yang masih tinggal, sehingga ia tumbuh dan berkembang biak. Sebaliknya bila zakat itu tidak dikeluarkan, maka harta benda seseorang tidak akan memperoleh keberkahan.
Perlu diketahui, walaupun perintah Allah dalam ayat ini pada lahirnya ditunjukkan kepada Rasul-Nya, dan turunnya ayat ini berkenaan dengan peristiwa Abu Lubabah dan kawan-kawannya namun hukumnya juga berlaku terhadap semua pemimpin atau penguasa dalam setiap masyarakat muslim, untuk melaksanakan perintah Allah dalam masalah zakat ini yaitu untuk memungut zakat tersebut dari orang-orang Islam yang wajib berzakat, dan kemudian membagi-bagikan zakat itu kepada yang berhak menerimanya. Dengan demikian, maka zakat akan dapat memenuhi fungsinya sebagai sarana yang efektif untuk membina kesejahteraan masyarakat.
Selanjutnya dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya, dan juga kepada setiap pemimpin dan penguasa dalam masyarakat, agar setelah melakukan pemungutan dan pembagian zakat, mereka berdoa kepada Allah bagi keselamatan dan kebahagiaan pembayar zakat. Doa tersebut akan menenangkan jiwa mereka, dan akan menenteramkan hati mereka, serta menimbulkan kepercayaan dalam hati mereka bahwa Allah benar-benar telah menerima tobat mereka.
اجرك الله فيما اعطيت وبارك لك فيما ابقيت

Semoga Allah memberi pahala terhadap apa-apa yang kamu berikan, dan memberkahi apa yang tinggalkan.

Pada akhirnya ayat ini diterangkan bahwa Allah Maha Mendengar setiap ucapan hamba-Nya yang bertobat, Allah Maha Memgetahui semua yang tersimpan dalam hati sanubari hamba-Nya, seperti rasa penyesalan dan kegelisahan yang timbul karena kesadaran atas kesalahan yang telah diperbuat.[8]
·         Kaitanya dengan Tema :
Ayat diatas menunjukkan bahwa menunaikan zakat itu akan menyebabkan timbulnya keberkatan pada harta yang masih tinggal, sehingga ia tumbuh dan berkembang biak. Sebaliknya bila zakat itu tidak dikeluarkan, maka harta benda seseorang tidak akan memperoleh keberkatan, dan tidak akan berkembang biak dengan baik, bahkan kemungkinan akan ditimpa malapetaka dan menyusut, sehingga lenyap sama sekali dari tangan pemiliknya, sebagai hukuman Allah SWT terhadap pemiliknya. Perlu diketahui, bahwa walaupun perintah Allah SWT dalam ayat ini pada lahirnya ditujukan kepada Rasul-Nya, dan turunnya ayat ini ialah berkenaan dengan peristiwa Abu Lubabah dan kawan-kawannya namun ia juga berlaku terhadap semua pemimpin atau penguasa dalam setiap masyarakat kaum Muslimin, untuk melaksanakan perintah Allah dalam masalah zakat ini, yaitu untuk menunggu zakat tersebut dari orang-orang Islam yang wajib berzakat, dan kemudian membagi-bagikan zakat itu kepada yang berhak menerimanya. Dengan demikian, maka distribusi di dalam zakat akan dapat memenuhi fungsinya sebagai sarana yang efektif untuk membina kesejahteraan masyarakat.

C.     KESIMPULAN
D.    DAFTAR PUSTAKA


[1] Al – Qur’an, surat Al – Hasyr ayat 7
[2] Departemen Agama RI,al-qur’an dan terjemahan (jakarta :Lentera Abadi,2010),hal. 54
[3] Muhammad, EKONOMI MIKRO DALAM PRESPEKTIF ISLAM, ( Yogyakarta : PBFE-YOGYAKARTA, 2004 ), hal. 310
[4] Shihab Quraish, tafsir al-misbah (jakarta: Lentera Hati,2002),333
[5] Departemen Agama RI, hal. 460-461
[6] Ibid
[7] Ar-rifa’i nasib, Taisiru al-Aliyyul Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu Kastir, jilid 4 (jakarta, gema insani press,2000),471
[8] Al-Qur’an dan Tafsirnya

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Host