PERBANKAN SYARIAH TINGKAT I A
POLITEKNIK NEGERI SEMARANG
1. PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Ekonomi dalam pengkajian secara keilmuan dibagi dalam
kelompok mikro ekonomi dan makro ekonomi. Mikro ekonomi mempelajari bagaimana
perilaku tiap-tiap individu dalam setiap unit ekonomi, baik sebagai konsumen,
produsen, pekerja, investor, pemilik tanah atau sumber daya lainnya. Makro
ekonomi mempelajari perilaku ekonomi pengaruh secara keseluruhan.
Mikro ekonomi konvensional
berdasarkan perilaku individu-individu yang secara nyata terjadi setiap unit
ekonomi. Dengan tidak ada batasan syariah yang digunakan, maka perilaku
dari setiap individu sesuai dengan norma dan aturan menurut persepsi
masing-masing, serta mikro ekonomi konvensional memandang tidak relevan
memasukkan tatanan norma dalam mikro ekonomi.
Dalam kenyataan banyak kondisi objektif yang terjadi,
tidak mampu di jelaskan dari variabel ekonomi saja seperti harga dan pendapatan
oleh karena hal itu memang tidak jelas, seperti mengapa seseorang individu rela
mengeluarkan pendapatannya untuk kepentingan sosial misalnya membantu orang
yang terkena musibah. Pada musim lebaran terjadi tingkat konsumsi yang berbeda
dengan tingkat konsumsi tidak musim lebaran.
Berbeda dengan mikro ekonomi konvensional, dalam pembahasan
mikro ekonomi Islam bahwa faktor moral atau norma yang terangkum dalam tatanan
syariah akan menjadi variebel penting sebagai alat analisis. Mikro ekonomi
Islam menjelaskan bagaimana sebuah keputusan diambil oleh setiap unit ekonomi
dengan memasukan batasan-batasan syariah sebagai varibel utama.
Pada tulisan ini akan membahas teori konsumsi dengan
membandingkan teori konsumsi konvensional dan teori konsumsi Islami.
1.2.
Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang teori
konsumsi dalam perspektif islam, teori konsumsi dalam perspektif konvensional,
fungsi konsumsi intertemporal dalam konvensional, fungsi konsumsi intertemporal
dalam islam.
1.3.
Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan sebagai bahan studi
pembaca. Selain itu, agar pembaca dapat mempelajari fungsi konsumsi intertemporal
dalam konvensional dan islam.
1.4.
Metodologi Penulisan
Makalah ini disusun melalui studi pustaka dan internet.
2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Konsumsi dalam Perspektif Konvensional
Dalam
ekonomi konvensional, konsumen diasumsikan selalu bertujuan untuk memperoleh
kepuasan(utility) dalam kegiatan konsumsinya semata. Utility secara bahasa
berarti berguna, membantu atau menguntungkan.
Menurut
Samuelson (2000) konsumsi adalah kegiatan menghabiskan utility (nilai guna)
barang dan jasa. Barang meliputi barang tahan lama dan barang tidak tahan lama.
Barang konsumsi menurut kebutuhannya, yaitu : kebutuhan primer, kebutuhan
sekunder, dan kebutuhan tersier.
Teori
konsumsi biasa dikatakan pula yaitu seluruh pengeluaran baik rumah tangga atau
masyarakat maupun pemerintah.
2.2.
Teori Konsumsi dalam Perspektif Islam
Dalam
pendekatan ekonomi islam, menurut MA Manan(1997;44) konsumsi adalah permintaan
sedangkan produksi adalah penawaran atau penyediaan. Menurut beliau perbedaan
ilmu ekonomi konvensional dan ekonomi islam dalam hal konsumsi terletak pada
cara pendekatannya dalam memenuhi kebutuhan seseorang. Islam tidak mengakui
kegemaran materialistis semata-mata dari pola konsumsi konvensional.
Islam
adalah agama yang ajarannya mengatur segenap prilaku manusia dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Demikian pula dalam masalah konsumsi, Islam mengatur
bagaimana manusia dapat melakukan kegiatan-kegiatan konsumsi yang membawa
manusia berguna bagi kemashlahatan hidupnya. Seluruh aturan Islam mengenai
aktivitas konsumsi terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Prilaku konsumsi
yang sesuai dengan ketentuan al-Qur’an dan as-Sunnah ini akan membawa pelakunya
mencapai keberkahan dan kesejahteraan hidupnya.
2.3. Perbandingan
Perilaku dan Prinsip Konsumsi antara Konvensional dan Islam
Prinsip Konsumsi
Dalam ekonomi konvensional tujuan konsumsi ditunjukkan
oleh bagaimana konsumen berperilaku (consumer behavior).
Dalam perspektif islam, menurut M.A Manan:
1.
Prinsip keadilan
2.
Prinsip
kebersihan
3.
Prinsip
keseederhanaan
4.
Prinsip
kemurahan hati
5.
Prinsip
moralitas
Menurut yusuf qardhawi:
1.
Belanjakan harta
dalam kebaikan dan menjauhi sifat kikir
2.
Tidak melakukan
kemubaziran
3.
Menjauhi
berutang
4.
kesederhanaan
Perbedaan perilaku konsumsen muslim dengan konsumen konvensional
•
konsumen muslim
memiliki keunggulan bahwa harta yang mereka peroleh semata mata untuk memenuhi
kebutuhan individual (materi) tetapi juga kebutuhan social (spiritual).
•
Selain itu islam
memandang harta bukan sebagai tujuan, tapi juga sebagai alat untuk memupuk
pahala demi tercapainya falah (kebahagiaan dunia dan akhirat). Harta merupakan
pokok kehidupan Surat An-Nisa (4) : 5, yang merupakan karunia Allah surat
an-Nisa(4):32. Islam memandang segala yang ada di bumi dan seisinya hanyalah
milik Allah, sehingga apa uang dimiliki adalah amanah.
•
dalam perspektif
konvensional, harta merupakan hak pribadi, asalkan tidak melanggar hukum atau
undang undang, maka harta merupakan hak penuh pemiliknya
2.4.
Fungsi Konsumsi
Intertemporal dalam Konvensional
Konsumsi
Intertemporal dalam ekonomi konvensional
Menurut
Karim(2002;65-66) yang dimaksud dengan konsumsi intertemporal(dua periode)
adalah konsumsi yang dilakukan dalam dua waktu yaitu masa sekarang(periode
pertama) dan masa yang akan datang(periode kedua). Menurut Mankiw(2000;403-409)
untuk mempermudah kajian yang dihadapi konsumen yang hidup selama dua periode.
Periode satu menunjukkan masa muda konsumen, dan periode dua menunjukkan masa
tua konsumen. Misalkan pendapatan, konsumsi, dan tabungan pada periode pertama
adalah,, dan pendapatan, konsumsi, dan tabungan pada
periode kedua adalah,,,
maka persamaan diatas dapat dinotasikan sebagai berikut.
Periode
pertama, tabungan sama dengan pendapatan dikurangi konsumsi. Yaitu;
=-
Dimana
S1 adalah tabungan . Dalam periode kedua, konsumsi sama dengan akumulasi
tabungan termasuk bunga tabungan, ditambah pendapatan periode kedua, yaitu;
==(1+r) +
Dimana
r adalah tingkat suku bunga riil karena tidak ada periode ketiga, konsumen
tidak menabung pada periode kedua.
Jika
konsumsi periode pertama kurang dari pendapatan periode pertama, konsumen
berarti menabung, dan S lebih besar dari nol. Jika konsumsi pertama melebihi
pendapatan periode pertama, konsumen meminjam, dan S kurang dari nol.
Untuk
menderevasi batas anggaran konsumen dari persamaan diatas dan digabungkan, maka
diperoleh persamaan;
=(1+r)(-)+
(1+r)+=(1+r)+
+/1+r=+/1+r
2.5. Konsumsi
Intertemporal dalam Ekonomi Islam
Konsumsi Intertemporal dalam
Ekonomi islam
Monzer
Kahf berusaha mengembangkan pemikiran konsumsi intertemporal islami dengan
memulai membuat asumsi sebagai berikut
a.
Islami dilaksanakan
oleh masyarakat
b.
Zakat hukumnya wajib
c.
Tidak ada riba dalam
perekonomian
d.
Mudharabah merupakan
wujud perekonomian
e.
Pelaku ekonomi mempunyai
perilaku memaksimalkan
Konsep konsumsi intertemporal
dijelaskan oleh hadits Nabi Muhammad SAW yakni :
“Tidak ada
sedikit pun diantara yang kami punyai ( yakni harta dan penghasilan)
benar-benar jadi milikmu kecuali yang kamu makan dan gunakan habis, yang kamu
pakai dan kamu tanggalkan, dan yang kamu belanjakan untuk kepentingan
bersedekah, yang imbalan pahalanya kamu simpan untukmu”. (H.R. Muslim dan
Ahmad).
Maknanya yaitu yang kamu miliki
adalah apa yang telah kamu makan dan apa yang telah kamu infakkan.
Secara
makro Islam, perekonomian terdiri dari dua karakteristik yang berbeda, yaitu
muzakki dan mustahiq. Muzakki adalah golongan pembayar zakat. Sedangkan,
mustahiq adalah golongan penerima zakat. Dua golongan ini mempunyai model
konsumsi yang berbeda. Golongan pertama, final spendingnya adalah Cz (total
konsumsi muzakki) dikurangi Zy (zakat pendapatan), In (infak), Sh (Shadaqah),
dan Wf (Wakaf). Golongan kedua, final spendingnya adalah Z (zakat yang
diterima) atau Y (pendapatan) ditambah Z. Jika dibuat persamaan adalah sebagai
berikut.
FS = Cz – (Zy + In + Sh + Wf) …(1)
FS = Z …(2)
FS = Y + Z…(3)
FS = Z …(2)
FS = Y + Z…(3)
FS= Final Spending (konsumsi
terakhir)
Persamaan (2) adalah model
konsumsi bagi mustahiq kategori fakir, ibnussabil, dan fisabilillah. Tiga
kategori ini tidak memiliki pendapatan sehingga Co (konsumsi primer)-nya sama
dengan zakat yang diterima. Sedangkan persamaan (3) adalah model konsumsi bagi
mustahiq kategori miskin. Kategori ini memiliki pendapatan tetapi tidak
mencukupi untuk memenuhi kebutuhannya sehingga harus dipenuhi oleh zakat.Dari
uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa zakat yang diterima oleh mustahiq
menentukan tingkat konsumsinya. Sedangkan bagi muzakki, zakat akan mengurangi
final spending-nya. Tetapi hal itu dirasa tidak memberatkan karena faktor
keimanan para muzakki tersebut di mana perilaku konsumsi mereka sangat
dipengaruhi. Motif utama konsumsi mereka tidak hanya memenuhi kebutuhan primer,
sekunder, tersier, tetapi juga kebutuhan untuk beramal shaleh.
Dalam ekonomi islam tidak
mengenal adanya variable bunga, jadi fungsi intertemporal dalam islam menjadi;
+ = + - - - –
Dimana, y=pendapatan total, rr=tingkat
bagi hasil, z=besarnya zakat 2,5%, t=tingkat pajak
Bagi orang yang mendapat bantuan
zakat, persamaannya;
+ =+ + –
Jika konsumen benar benar tidak
memiliki penghasilan,maka konsumsinya sebesar bagian zakatnya(konsumsi=zakat
yang diterimanya);
+ = +
3. PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Dalam ekonomi
konvensional, konsumen diasumsikan selalu bertujuan untuk memperoleh
kepuasan(utility) dalam kegiatan konsumsinya semata. Dalam masalah konsumsi,
Islam mengatur bagaimana manusia dapat melakukan kegiatan-kegiatan konsumsi
yang membawa manusia berguna bagi kemashlahatan hidupnya.
Teori prilaku konsumen yang islami dibangun atas dasar
syariah Islam. Dalam ekonomi Islam konsumsi dikendalikan oleh lima prinsip
dasar, yaitu :
o
Prinsip
Keadilan
o
Prinsip
Kebersihan
o
Prinsip
Kesederhanaan
o
Prinsip
Kemurahan Hati
o
Prinsip
Moralitas
Fungsi
konsumsi intertemporal dalam konvensional adalah periode
satu menunjukkan masa muda konsumen, dan periode dua menunjukkan masa tua
konsumen. Misalkan pendapatan, konsumsi, dan tabungan pada periode pertama
adalah,, dan pendapatan, konsumsi, dan tabungan pada
periode kedua adalah,,.
Fungsi
konsumsi intertemporal dalam islam adalah golongan pertama,
final spendingnya adalah Cz (total konsumsi muzakki) dikurangi Zy (zakat
pendapatan), In (infak), Sh (Shadaqah), dan Wf (Wakaf). Golongan kedua, final
spendingnya adalah Z (zakat yang diterima) atau Y (pendapatan) ditambah Z
3.2. SARAN
Setelah membaca tulisan ini, penulis berharap pembaca bisa
menilai positif negatif dari masing – masing teori konsumsi. Baik secara
konvensional maupun islam.
DAFTAR
PUSTAKA
At-Tariqi,
Abdullah Abdul Husain, Al-Iqtishad al-Islami: ushusun wa muba’un wa akhdaf,
alih bahasa M.Irfan Syofwan, ( Yogyakarta, Magistra Insani Press, 2004)
Karim, Adiwarman, Ekonomi Mikro
Islam, (Jakarta, IIIT Indonesia, 2002).
0 comments:
Post a Comment